Wednesday 20 February 2013

Kemenangan itu Pasti

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Sahabat E-4 All semua Sejak runtuhnya khilafah Islamiyah tahun 1924 M., eksistensi politik dan hukum Islam telah lenyap dari kehidupan nyata kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Bersamaan dengan itu, bergeraklah kekuatan dari dalam dan luar, berskala lokal dan internasional; bekerja siang dan malam tak kenal lelah untuk menjalankan misi iblisnya, menghancurkan ideologi Islam dan menjauhkan kaum muslimin dari ajaran sucinya.

Tak bisa kita pungkiri, bahwa realitas umat Islam –pasca runtuhnya khilafah- di banyak negeri sangat memilukan; menjadi objek sasaran pengeroyokan para konspirator dari dalam dan luar. Pemerintah-pemerintah sekuler di negeri Islam tak henti-hentinya membuat persekongkolan jahat untuk memusuhi segala hal yang berbau pergerakan. Mereka bertindak represif terhadap aktifis Islam, menyiksa, menculik, bahkan menghukum mati mereka. Kekuatan sosialis, kapitalis, zionis, salibis, dan misionaris dunia berkonspirasi untuk menguasai negeri-negeri Islam.

Karenanya, sering kita menjumpai ungkapan ataupun tulisan bernada pesimis akan masa depan umat Islam. "Bagaimana mungkin, kaum muslimin bisa meraih kemenangan dan memegang tampuk kekuasaan, sementara dalam satu negeri terdapat banyak jamaah Islam yang masing-masing berbeda konsep dan manhaj perjuangan". Sungguh sangat disayangkan ungkapan seperti mengalir dari bibir-bibir mulia ulama Islam. Kita berprasangka baik, semoga itu diteriakkannya demi membakar gelora semangat kaum muslimin untuk kembali bangkit, dan menyadarkan bahwa kondisi umat Islam saat ini sedang dalam kondisi sakit. Namun, disadari atau tidak, ungkapan-ungkapan seperti ini –jika tidak di fahami dengan baik- sesungguhnya merupakan virus yang sangat berpotensi mematahkan sebuah hamâsatu ash-shahwah (semangat kebangkitan). Padahal, sesungguhnya umat Islam kini sangat memerlukan "taushiyah tasyjî'iyyah", gemblengan semangat yang menjadikan mereka senantiasa bergelora menegakkan kalimat Allah dan mengembalikan kejayaan Islam. Selalu optimis dan yakin bahwa masa depan milik Islam. Bukan sekedar sebuah impian bunga tidur di pagi hari, juga bukan tatapan kosong hayalan para pengangguran. Sebaliknya ini adalah janji Allah kepada kita, bahwa bumi ini akan di wariskan kepada hamba-hamba-Nya yang shalih. Inna NashraLlâhi Qarîb. Wa inna wa'daLlâhi haq.


Kemenangan Itu Pasti

Banyak dalil-dalil syar'i menyebutkan bahwa kemenangan bagi umat Islam pasti terwujud. Baca misalnya beberapa ayat berikut:

"Sesungguhnya kami akan menolong rasul-rasul kami dan orang–orang yang beriman di dunia dan hari akhir" (Q.S.Ghâfir: 51). "Dan merupakan hak kami untuk menolong orang-orang yang beriman" (Q.S. Ar-rûm: 47). "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong dan meneguhkan kedudukanmu".(Q.S Muhammad: 7).

Rasulullah pun menegaskan kembali dalam sabdanya:
"Tidak datang kiamat hingga kaum muslimin memerangi orang-orang Yahudi, sehingga orang Yahudi bersembunyi di belakang batu dan pohon, lalu batu dan pohon itu berkata: Hai orang muslim, ini orang Yahudi di belakangku, kemarilah bunuh dia, kecuali pohon Gharqad karena ia termasuk pohon orang Yahudi".

Petikan beberapa ayat dari undang-undang tertinggi umat Muhammad di atas sangat gamblang menerangkan bahwa para pembawa misi Ilahi itu mendapat jaminan perlindungan dari Allah. Namun, sekilas akan terasa kontras ketika kita mengaitkan dengan realita yang kita sebutkan di atas.

Sejarah telah banyak merekam kisah perjuangan para pembawa panji kebaikan. Nabi Yahya as. dan Zakaria as. meninggal terbunuh. Muhammad Saw. dan Isa as. amat kenyang dengan berbagai teror hingga upaya pembunuhan. Nabi Ibrahim as. dijebloskan hidup-hidup ke dalam kobaran api. Dan hampir seluruh anak Adam yang meniti rel ini akan berhadapan dengan kezhaliman. Lalu, di manakah kemenangan yang di janjikan Allah itu?

Adalah mustahil kita mengatakan bahwa Allah tidak konsisten dengan semua janji-janjiNya. Lantas, apa sebenarnya arti An-Nasr wa At-Tamkîn dalam Al-Quran tersebut? Sekiranya kita menghayati nash-nash kepastian kemenangan bagi umat Islam, niscaya kita akan melihat bahwa nash-nash tersebut berkisar pada dua aspek utama: Pertama, bahwa pertolongan Allah itu terikat dengan usaha kaum muslimin dalam menolong agama Allah. Kedua, memberikan kabar gembira akan datangnya kemenangan dan kekuasaan di hari mendatang.

Memang benar, berbagai jamaah bermunculan, tak ada yang membantahnya kecuali orang-orang yang sombong. Lantas, apa karena itu kita harus berputus asa, kemudian memilih 'uzlah dan meninggalkan amal fi sabilillah? Tentu saja sikap seperti ini tidak dibenarkan dengan beberapa konsideran sebagai berikut:

Allah menyuruh kaum muslimin untuk berpegang teguh pada tali Allah dan melarang berpecah belah (Ali Imran: 103). Tentu ada faktor yang menyebabkan perselisihan dan perpecahan, maka kita harus menyingkirkan faktor tersbut. Jika faktor itu terkait fikrah, maka seyogyanya para cendekia dari setiap jamaah bisa duduk bersama untuk menyamakan dan menyatukan fikrah. Jika hal itu tidak memungkinkan, sementara perbedaan (ikhtilâf) tersebut tergolong ke dalam ijtihâd fiqhiyyah, maka hendaknya beramal dengan perkara-perkara yang disepakati, dan bersikap toleran terhadap permasalahan yang masih di perselisihkan itu. Namun jika perbedaan tersebut masuk ke dalam wilayah akidah, maka kita kembalikan kepada kitab Allah dan RasulNya.

Jika faktor penyebab perselisihan itu adalah manhaj (metodologi), maka seyogyanya para konseptor masing-masing jamaah berusaha bertemu untuk saling memahami dalam satu kordinasi (tansîq baina al-jamâ'ât). Setiap jamaah beramal pada wilayah stressing-nya tanpa harus menjatuhkan yang lain. Yang penting ada kesepakatan antara semua pihak untuk mewujudkan eksistensi politik Islam.

Sejarah Islam telah membuktikan bahwa pernah terjadi perbedaan pandangan dalam masalah politik dan fiqh pada masa lalu antar umat Islam, namun demikian persatuan mereka tetap terjaga. Merupakan bukti terbesar bahwa tafâhum dan kejernihan hati bisa mewujudkan itu semua. Nabi pernah mempersatukan 'Aus dan Khazraj, dua kabilah besar di Madinah yang sebelumnya selalu bertikai. Sahabat Hasan bin Ali ra. rela melepaskan hak kekhilafahan kepada sahabat besar Muawiyah bin Abi Sufyan demi menghindari timbulnya fitnah perpecahan yang lebih besar, sehinga kaum muslimin di pemerintahan Bani Umayyah kembali jaya dan kokoh.

Di awal perjuangan Rasul, kita mengenal dua istilah peristiwa populer, yaitu ghazw al-Badr wa ghazw al-Uhud. Dua nama ini adalah bagian dari deretan peperangan yang mewarnai perjuangan kaum muslimin. Melalui dua medan peperangan ini, seolah Allah SWT. ingin memberikan sebuah materi kuliah exstra yang amat berharga kepada umat Muhammad akan hakikat sebuah kehidupan. Bahwa kehidupan di dunia bukan berjalan dengan sendirinya atau rekayasa umat manusia. Di balik semuanya ada Dzat Yang Maha Menentukan segala sesuatu.

Menurut analisa pakar militer termodern, seharusnya perang Badr seharusnya berakhir dengan kemenangan kaum musyrikin Mekah. Analisa ini sangat rasional, melihat jumlah, persiapan, dan persenjataan pasukan musyrikin yang jaun lebih besar. Pasukan muslimin sejak awal tidak membayangkan akan terlibat dalam peperangan dahsyat itu. namun, sutradara kehidupan dunia tetaplah Allah SWT. Dia memiliki rencana mutlak untuk makhluknya yang bernama manusia, bahkan malaikat pun tidak tahu. Pasukan muslimin mampu meraih fath dan membuat musuh harus menerima kekalahan telak, dengan menanggung korban yang tidak sedikit.

Berbeda dengan perang Uhud. Dalam perang ini pasukan muslimin sudah di ambang kemenangan besar. Namun karena satu hal prinsipil yang tidak dihiraukan oleh sebagian pasukan Islam, hingga meyebabkan mereka harus menerima kekalahan pahit.

Apa rahasia di balik peristiwa Badr dan Uhud? Dari dua peristiwa besar ini, kita sesungguhnya dapat menyerap sebuah SMS Ilahi sebagai berikut: Allah berfirman:"Inna NashraLlâhi Qarîb, Wa inna wa'daLlâhi Haq". Jaminan kemenangan yang dijanjikan oleh Allah terhadap hambanya yang shalih itu pasti. Sah saja yayasan "Bait Az-zakât" ketika membuka pendaftaran beasiswa menyertakan beberapa syarat yang harus di penuhi sebelumnya. Seperti: tidak merokok, nilai minimal jayyid dll. Begitupun dalam fiqh kemenangan, jika syarat-syarat kemenangan yang ditentukan Allah telah dipenuhi oleh umat Islam, pasti kemenangan itu akan terwujud. Wallâhu a'lam

Bagikan

Jangan lewatkan

Kemenangan itu Pasti
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.