Assalamu'alaikum Sahabat E-4 ALL semuanya
Kali ini E-4 All akan berbagi tentang pengaruh pelajaran Aqidah Akhlak terhadap akhlak mereka sehari-hari semoga j bermanfaat ea.
Pendidikan adalah suatu proses
individu, kehidupan sosial, pewarisan kebudayaan dan sebagai pusat perubahan
sosial. Dalam prosesnya, pendidikan melibatkan pendidik yang dilaksanakan di
berbagai lingkungan pendidikan. Berkenaan dengan hal itu, Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa:
"Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Tujuan pendidikan tersebut di
atas sangat relevan dengan kondisi bangsa sekarang ini. Salah satunya adalah masalah
moralitas bangsa yaitu mengenai sistem nilai bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia (Burhanuddin, 1997: 3). Dengan tujuan mengembangkan
peserta didik agar berakhlak mulia, menjadi suatu harapan untuk dapat bangkit
dari kemerosotan akhlak dan lunturnya nilai-nilai keagamaan. Hal tersebut
sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (dalam Ali Saepullah, H. A, 1982:
29-30) bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan perkembangan budi
pekerti (kekuatan batin, karakter) pikiran dan tubuh anak.
Pendidikan dipandang juga sebagai
salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda di
masa mendatang. Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang
berkualitas dan bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi masa depan. Sedangkan
pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami merupakan pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur'an dan As Sunnah (Muhaimin, 2001:
29).
Bagi umat Islam mempersiapkan
generasi penerus yang berkualitas dan bertanggung jawab merupakan suatu
keharusan dengan melalui pendidikan sebagaimana finnan Allah SWT dalam Al
Qur'an Surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:
Artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah SWT orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah SWT dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar"
(Depag, 2000: 116).
Pendidikan akidah akhlak
merupakan salah satu pelajaran yang diberikan mulai tingkat SD/MI sampai
perguruan tinggi dan merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan
dari mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu mata pelajaran akidah akhlak
merupakan mata pelajaran yang menempati kedudukan yang sangat sentral dalam
pembentukan kepribadian siswa yang memiliki kepribadian yang baik. Baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakatnya. Hal ini mengandung
indikasi bahwa proses pengajaran dari materi pelajaran akidah akhlak tidak
hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja akan tetapi lebih dari itu merupakan transfer
of value terhadap anaknya.
Menurut Zakiyah Daradjat (1996:
70-71), perkumpulan remaja sebagai lingkungan pendidikan memberikan peluang
terhadap dorongan anak untuk mengembangkan diri atau ke arah berdiri sendiri. Salah
satu upaya untuk mengembangkan budi pekerti dan karakter seseorang, maka
diperlukan pengajaran akidah akhlak yang merupakan bagian dari pengajaran
agama. Pengajaran akhlak meliputi nilai suatu perbuatan menurut ajaran agama
dan berbagai hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat itu
pada diri seseorang secara umum.
Secara umum ajaran agama telah
menggambarkan contoh dan teladan baik dalam pelaksanaan akhlak, terutama
tingkah laku yang diutus untuk membina dan menyempurnakan akhlak. Ajaran itu
berisi materi pembentukan batin seseorang, sehingga melahirkan sifat-sifat baik
dan terpuji yang dapat dilihat dari bentuk dan tingkah laku.
Dengan pengajaran akhlak akan terbentuk
batin seseorang dan pembentukan itu dapat dilakukan dengan melatih dan
membiasakan berbuat, mendorong, dan memberi sugesti agar mau dan senang
berbuat, karena pada dasarnya seluruhnya nilai-nilai pengajaran agama bermuara
pada nilai esensial yang berbentuk nilai pembersihan diri, nilai kesempurnaan
akhlak dan nilai peningkatan taqwa kepada Allah SWT (Zakiyah Daradjat, 2001:
196).
Proses pendidikan di sekolah,
merupakan kegiatan yang paling pokok, ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Dalam proses belajar mengajar,
siswa akan dipengaruhi faktor yang berada dalam diri siswa maupun faktor di
luar siswa. Adapun faktor yang ada di dalam diri siswa salah satunya adalah
faktor minat, khususnya minat siswa dalam materi pelajaran akidah akhlak di
sekolah mengandung indikasi terhadap suatu keberhasilan proses belajar mengajar
dalam materi pelajaran akidah akhlak. Aspek afektif dalam pendidikan akidah
akhlak salah satunya sikap atau perilaku yang dicerminkan dengan akhlak mereka
sehari-hari. Tentunya dalam bentuk interaksi sosial mereka di masyarakat.
Oleh karena minat merupakan
faktor keberhasilan tujuan pengajaran (Abu Ahmadi, 1991: 130). Maka minat akan
membawa pengaruh terhadap akhlak mereka sehari-hari.
Minat sebagai salah satu aspek
kepribadian individu perlu dikembangkan karena berhubungan dengan kesiapan
mental individu yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan
belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar keberadaan atau eksistensi minat
sangat diperlukan adanya tinggi atau rendahnya minat siswa dalam mengikuti
proses belajar mengajar akan senantiasa menentukan intensitas kegiatan belajar
mengajar itu sendiri. Ketika proses belajar mengajar berlangsung siswa yang
senang memperhatikan terhadap pelajaran yang diajarkan kata siswa tersebut akan
berusaha melaksanakan apa yang telah diterimanya dengan sebaik mungkin. Seperti
dikatakan oleh Usman Efendi (1989: 122), bahwa belajar dengan minat akan lebih
baik daripada belajar tanpa minat.
Sesuai pendapat di atas, Eddy Soewadi
Kartawidjaja (1987: 185), mengemukakan bahwa perasaan senang akan menimbulkan
sikap positif dan akan menumbuhkan minat. Sebaliknya perasaan tidak senang akan
menumbuhkan sikap negatif dan tidak menumbuhkan minat.
Seperti telah diuraikan bahwa
minat merupakan salah satu faktor keberhasilan tujuan pengajaran. Sedangkan
inti dari tujuan materi peiajaran aqidah akhlak terbinannya akhlakul karimah.
Dari uraian di atas, mengandung pertanyaan sejauhmana minat siswa dalam belajar
materi peiajaran aqidah akhlak akan mempengaruhi akhlak mereka sehari-hari.
Untuk mengetahui keterkaitan minat siswa dalam belajar materi pelajaran aqidah
akhlak dengan akhlak mereka sehari-hari, maka terlebih dahulu penulis
menetapkan indikator-indikator masing-masing.
Menurut Slameto (1995: 180)
mengungkapkan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan
pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh". Sedang menurut
Marimba (1987: 79), "Minat dibatasi sebagai kecenderungan jiwa kepada
sesuatu, karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu, yang pada
umumnya disertai dengan perasaan senang".
Suatu minat diekpresikan melalu
suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa masyarakat lebih menyukai suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam
suatu aktivitas. Masyarakat yang memiliki minat terhadap subyek tertentu
cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut.
Dapat dipahami bahwa upaya
mendorong orang lain, khususnya untuk mengikuti kegiatan belajar menjadi sangat
penting. Dilihat dari subjeknya dalam dunia pendidikan, orang yang diberi tugas
mendorong orang untuk belajar adalah orang tua, guru, dan orang dewasa pada
umumnya. Kalau begitu posisi ketiga orang tersebut menjadi sangat penting untuk
menumbuhkan kecenderungan anak agar mau melakukan kegiatan belajar.
Secara etimologi, kata akhlak
berasal dari bahasa Arab bentuk
jamak dari mufradnya khuluk, yang berarti "budi pekerti"
(Rachmat Djatnika, 1996: 26). Hampir senada dengan pendapat Rachmat Djatnika di
atas, Abu Ahmadi dan Noor Salimi (1994: 198) juga Hamzah Ya'qub (1996: 11)
menyatakan bahwa akhlak secara bahasa diartikan sebagai perangai, tabiat, adat,
atau sistem perilaku yang dibuat.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT
sebagai makhluk yang mempunyai potensi yang dapat menjadikannya sebagai makhluk
yang paling sempurna. Namun tak dapat dipungkiri bahwa selain membawa potensi
yang baik, manusia juga diciptakan dengan membawa potensi negatif yang dapat
menjadikan dirinya sama dengan binatang bahkan lebih rendah dari binatang.
Pembinaan akhlak merupakan tujuan
terpenting dari pendidikan agama Islam. Rasul sendiri diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan akhlak sebagaimana beliau bersabda dalam Hadistnya yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad yaitu:
“Hanyalah saya diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan akhlak” (HR. Bukhari dan Muslim)
Salah satu fakta yang
menyebabkan degradasi akhlak di kalangan remaja dan siswa didik dewasa ini
adalah kurangnya pembinaan akhlak terhadap mereka. Hal ini mendorong para
pendidik untuk secara intensif membina akhlak remaja baik di lingkungan
keluarga, masyarakat, ataupun di sekolah-sekolah umum, termasuk di lembaga
pendidikan umum dan kejuruan.
Menurut Al-Ghazali yang pendapatnya dikutip oleh Hamzah
Ya’kub (1993:91), “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Ibnu Maskawih yang dikutip oleh Abudin
Nata (1997: 3) memberikan
batasan akhlak dengan keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
Akhlak dalam tataran konsep
praktis dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan dengan etika. Kata
yang cukup dekat dengan "etika" adalah "moral". Sebagian
orang berpandangan bahwa moral merupakan tataran aplikasi dari akhlak
seseorang. Kata terakhir ini berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores)
yang berarti juga: kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa
lain, termasuk bahasa Indonesia
(pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988), kata mores
masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata "etika" sama
dengan etimologi kata "moral", karena keduanya berasal dari kata yang
berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: yang pertama berasal
dari bahasa Yunani, sedang yang kedua dari bahasa Latin.
Sekarang kita kembali ke istilah
"etika". Setelah mempelajari dulu asal-usulnya, sekarang kita
berusaha menyimak artinya. Salah satu cara terbaik untuk mencari arti sebuah
kata adalah melihat dalam kamus. Mengenai kata "etika" ada perbedaan
yang mencolok, jika kita membandingkan apa yang dikatakan dalam kamus yang lama
dengan kamus yang baru. Menurut Poerwadarminta (dalam K. Bertens, 2005: 5) dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama "etika" dijelaskan sebagai:
"ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)".
Etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti, yaitu:
- Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
- Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (K. Bertens, 2005: 5).
Akhlak adalah perbuatan, tindak
tanduk seseorang yang dilakukan dengan mudah tanpa banyak pertimbangan, dengan
lancar tanpa merasa sulit ia lakukan. Sehingga perbuatan dan tindak tanduk yang
dilakukan dengan terpaksa atua merasa berat untuk berbuat belumlah dikatakan
akhlak (Oemar Bakry, 1993: 12). Orang yang baik akhlaknya ialah yang bersifat
lapang dada, peramah, pandai bergaul, tidak menyakiti orang lain, lurus benar,
tidak berdusta, sedikit berbicara banyak kerja, sabar (tabah) dalam perjuangan,
tahu berterima kasih, dipercaya, tidak memfitnah, tidak dengki, baik dengan
tetangga, kata-kata dan perbuatannya disenangi orang lain dan lain-lain sifat
utama.
Akhlak merupakan pokok dari
ajaran Islam di samping akidah dan syari’ah karena dengan akhlak akan terbina
mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi.
Perbuatan yang baik maupun yang buruk merupakan manifestasi akhlak seseorang di
mana tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek yang secara
sadar maupun di luar kesadaran dapat membentuk pribadinya sehingga terwujud
dalam suatu kebiasaan.
Kata akhlak berarti budi pekerti, dalam kehidupan sehari-hari budi pekerti
memang mempunyai peran yang amat penting bagi manusia, baik bagi pribadi maupun
orang lain. Jadi yang dimaksud akhlak di sini adalah perilaku/adab sopan santun
siswa yang merupakan realisasi hasil proses belajar mengajar. Syariat Islam
tidak dapat dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus
dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajarkan untuk beriman dan
beramal serta berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam. Tujuan dari pendidikan
ini adalah membina insan paripurna yang taqarrub kepada Allah, bahagia
di dunia dan di akhirat (Djamaluddin dan Abdullah Aly, 1998:15).
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa:
Akhlak
adalah tingkah laku pada diri seseorang dan hal itu telah dilakukannya secara
berulang-ulang serta terus-menerus. Kalau perbuatannya sesuai dengan ajaran
Islam, maka dinamakan akhlak baik, sebaliknya kalau perbuatannya menyimpang
dari ajaran Islam maka dinamakan akhlak buruk.
Bagikan
PENGARUH PEJALARAN AQIDAH AKHLAK TERHADAP SISWA
4/
5
Oleh
Unknown