Friday, 15 February 2013

Puber Kedua: Kuncinya Pengendalian Diri dan Toleransi

Assalamu'alaikum Wr. Wb
Semoga Allah Sang Penguasa Alam Semesta ini memberikan kelancaran kepada kita semuanya dalam meniti, mencari

Sahabat E-4 All Orang mengenal istilah puber kedua. Ketika kehidupan keluarga dan finansial relatif sudah mapan, maka sebagian orang menginginkan sesuatu yang berbeda dalam hidupnya. Sebuah hubungan yang sering kali malah tidak mapan meski bukan selingkuh secara fisik.

Augustine Sukarlan Basri, psikolog dan pengajar pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan, sebagian orang sering kali menyebutnya sekadar "selingan". Meski hanya berupa selingan, sebuah hubungan yang tak sekadar teman biasa tetap punya kemungkinan untuk melibatkan emosi dan fisik keduanya secara lebih intens.

"Orang sering kali menganggap selingan itu bukan selingkuh karena sekadar berbagi. Tetapi, kalau pertemuan dengan teman itu sudah menumbuhkan perasaan lain di hati, maka ini patut diwaspadai. Misalnya, orang merasa pertemuannya dengan teman itu bisa meningkatkan semangat hidupnya, membuatnya jadi pengin tampil keren," kata Titien, panggilan akrab Augustine.

Seharusnya, keinginan orang untuk bersemangat atau tampil sebaik mungkin tak perlu dikarenakan adanya sosok khusus itu. Titien mencontohkan, seorang guru tentu akan berusaha keras tampil menarik dan berwibawa di depan muridnya. Begitu juga seorang manajer akan berlaku di depan anak buahnya.

Kehidupan mapan memang sering kali diiringi dengan rutinitas. Hal ini pada suatu titik tertentu bisa membuat orang merasa jenuh, lelah. Di sini diperlukan penyegaran, atau kesempatan keluar dari rutinitas sehari-hari. Pada saat ini, kalau kebetulan orang itu bertemu dengan seseorang yang cocok—enak diajak curhat, punya kesamaan minat, bisa bernostalgia—dia bisa merasakannya sebagai sesuatu yang "menyegarkan".

"Kalau sekadar untuk keluar dari rutinitas, tak masalah. Tetapi, kalau keterusan, ini bisa jadi masalah. Di sini diperlukan pengendalian diri yang kuat. Banyak contoh orang tergelincir, yang tadinya cuma asyik saling SMS-SMS-an, berlanjut bertemu dan merasa cocok. Ini tak aman untuk orang yang sudah menikah," tuturnya.

Ibarat barang baru

Titien mengibaratkan hubungan intens sesaat atau selingan itu seperti barang baru yang menyita perhatian orang. Situasi baru yang dihadapi, apalagi kalau dibarengi dengan sensasi yang menyenangkan, akan membuat orang tertarik menikmatinya.

"Seperti kalau kita beli tas atau sepatu baru. Kan, pengin terus-menerus memakainya, sementara tas yang lama rasanya kok usang dan enggak menarik lagi. Ini karena orang sudah melihat kekurangan pada pasangannya, hal yang tak muncul pada hubungan dengan orang baru atau saat bertemu lagi dengan pacar lama," ujarnya.

Menurutnya, bila memang Anda menganggap hubungan dengan seseorang itu sekadar selingan, tak ada salahnya bila bercerita kepada pasangan. Dengan demikian, pasangan pun tahu dan tak merasa Anda mengabaikannya.

"Misalnya, kalau suami senang sepak bola, sementara istrinya tidak. Lalu, suami punya teman perempuan yang juga gila bola dan mereka nonton bareng. Ini kalau dibicarakan secara terbuka tak menimbulkan masalah. Ini juga membuat Anda tak melihat pasangan hanya dari sisi negatifnya saja. Bagaimanapun, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan kan," ucap Titien mengingatkan.

Bagikan

Jangan lewatkan

Puber Kedua: Kuncinya Pengendalian Diri dan Toleransi
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.