Assalamu'alaikum
Wr. Wb.
Sahabat
E-4 All Semuanya Semoga Allah Swt selalu memberikan kelancaran kepada kita
semua dalam menjalankan segala aktivitas. Amiennnnn
Sahabat upaya untuk memiliki sesuatu seringkali membuat
manusia berduka dan terluka. Orang-orang yang ingkar menghabiskan seluruh
hidupnya untuk memiliki benda-benda duniawi. Mereka selalu berjuang agar dapat memiliki
lebih serta menjadikan hal ini sebagai tujuan dalam hidupnya.
Akan tetapi, “… berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak…,” (al-Hadiid: 20) merupakan sebuah
penipuan karena semua kemilikan di dunia dikuasai oleh Allah. Manusia hanya
membodohi diri mereka sendiri dengan menyangka bahwa mereka memilikinya. Hal
ini karena mereka tidak menciptakan yang mereka miliki dan mereka pun tidak
memiliki kekuatan menjaga semuanya secara abadi. Ditambah lagi, mereka tidak
dapat mencegah kerusakan yang terjadi. Juga, karena mereka tidak memiliki hak
untuk “memiliki” sesuatu karena mereka termasuk “milik” dari pemilik yang lain.
Pemilik tertinggi ini tidak lain “Raja Manusia” (an-Naas: 2),
yaitu Allah. Al-Qur`an memberitahu kita bahwa seluruh alam adalah milik Allah, “Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit,
semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah
tanah.” (Thaahaa: 6) Ayat yang lain memperkuat kepemilikan Allah, kekuatan
mengampuni atau menghukum, “Tidakkah
kamu tahu, sesungguhnya Allahlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi,
disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Alah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (al-Maa`idah: 40)
Sebenarnya, Allah memberikan semua kepemilikan kepada
manusia sebagai “titipan” sementara di dunia. Titipan ini akan berakhir pada
jangka waktu tertentu dan ketika tiba hari perhitungan, lalu setiap orang akan
diminta pertanggungjawabannya.
Pada hari perhitungan ini, setiap orang akan ditanya
tentang maksud dan tujuannya menggunakan “titipan” ini. Mereka yang menyangka
dirinya sebagai pemilik dari “sesuatu” yang dititipkan dan menentang para
utusan dengan mengatakan, “... apakah
agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh
bapak-bapak kami...,” (Huud: 87)
mereka layak menerima hukuman. Al-Qur`an menggambarkan apa yang akan menimpa
mereka,
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka
bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan
Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180)
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur`an, semua anugerah
yang diberikan kepada manusia atas kebaikan-Nya, harus digunakan tanpa
“kebakhilan”. Karenanya, daripada mencoba memiliki dan mempertahankan
kepemilikan ini, sebaiknya seseorang menggunakan kepemilikan ini di jalan Allah
seperti yang diperintahkan. Ini berarti orang-orang beriman dapat menggunakan
harta dalam jumlah yang dibutuhkan untuk biaya hidupnya dan kemudian bersedekah
“yang lebih dari keperluan” (al-Baqarah: 219). Jika ia tidak
mengikuti petunjuk dan mencoba “memiliki” semua hartanya, berarti ia memandang
dirinya sebagai pemilik. Jatuhnya hukuman bagi sikap seperti ini merupakan suatu
kewajaran. Al-Qur`an menjelaskan hal ini,
“... Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (at-Taubah: 34-35)
Ada “perekonomian” dalam Islam, namun tidak ada
“penimbunan harta” dalam Islam. Orang-orang berilmu tidak bergantung pada
materi yang mereka miliki untuk menghadapi “masa-masa sulit”, melainkan bertawakal
hanya kepada Allah, sehingga Allah menambah harta mereka kembali. Allah
memberikan lebih dari yang mereka gunakan di jalan-Nya serta merahmati mereka.
Hal ini tercatat dalam ayat,
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 261)
Sebaliknya,
orang yang tidak menggunakan hartanya di jalan Allah adalah orang, “yang
mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu
dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya, dia benar-benar akan
dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api
(yang disediakan) Allah yang dinyalakan.” (al-Humazah: 2-6)
Bagikan
Pemilik yang Sesungguhnya
4/
5
Oleh
Unknown