kali ini E-4 ALL akan tentang salah satu Ayat dalam Al-Qur'an Surat Al-Kahfi ayat ke 66-70, mungkin dalam kesempatan kali ini kita akan dibawa terhadap sebuah metode kisah dalam pembelajaran di Lingkungan sekolah maupun masyarakat luas umumnya.
Oke sahabat E-4 ALL Agar pembahasan
berikutnya lebih terarah, maka dipandang perlu adanya sebuah penjelasan tentang istilah-istilah yang
berkaitan dengan pembahasan ini, terutama pengertian dan maksud dari Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang Metode Kisah,
simak ja siapa tau bisa jadi referensi dan bermanfaat buat sahabat E-4 ALL semuanya
Implikasi adalah
sesuatu, mengandung, berisi, nilai-nilai, intisari (Saliman, 1994:100). Jadi
implikasi disini yang dimaksudkan adalah kandungan atau nilai-nilai pendidikan
yang ada didalammnya.
Paedagogis yaitu
pendidikan atau ilmu mendidik dalam melakukan “metodik khusus”, yang kini lebih
populer disebut “Proses Belajar Mengajar”. (Depdikbud; 1983:13)
Metode menurut Purwadarmita (1997), adalah cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia, metode ialah “cara kerja yang bersistematis untuk
memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.
(Moeliono, dkk; 1990:580-581). (Kutipan dalam Nana Sudjana, 2005:7-8)
Kisah menurut Abdul Majid (2005:144) adalah kejadian-kejadian
yang lalu dalam panggung kehidupan yang mempunyai arahan agar menjadi gambaran
bagi orang-orang yang mendatang dan mengambil pelajaran untuk kemaslahatan diri
dan orang lain. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, kisah ialah “cerita
tentang kejadian dalam kehidupan, riwayat, dongeng, dsb”. (Tim Prima Pena,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, tt:439)
Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapatlah diambil
kesimpulan judul penelitian yang dimaksud Implikasi
Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang metode kisah adalah bahwa
Al-Qur’an itu terkandung nilai-nilai
pendidikan yang harus kita ambil, terutama dalam menerapkan sebuah metode dalam
mengadakan proses belajar mengajar, khususnya yang terkandung dalam Q.S
Al-Kahfi [18] ayat 66-70
yang artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.
Sahabat E-4 ALL Bagi umat Islam
Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan inspirasi hidup. Para ilmuan Islam banyak
yang menaruh perhatian terhadap ilmu pendidikan Islam dengan mencoba menggali
dan menginterprestasikan serta menganalisa sistem nilai yang terkandung di
dalam Al-Qur’an dan al-Hadits untuk dijadikan pedoman yang mendasari proses
pendidikan Islam.
Sebagai ajaran,
Islam mengandung sistem nilai yang menjiwai dan mendasari berlangsung dan
berkembangnya ilmu pendidikan Islam secara konsisten menuju tercapainya tujuan.
Menurut Ahmad Tafsir (2005:46) dengan mengutip Abdul Fatah Jalal mengatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia
yang menghambakan diri kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan menghambakan diri
kepada Allah SWT ialah beribadah kepada Allah SWT. Hal ini senada dengan firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqrah [2] ayat 21:
Menurut Abdul Fatah
Jalal, sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir (2005:47) menyatakan bahwa sebagian
orang yang mengira beribadah itu terbatas pada menunaikan shalat, saum pada
bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, dan mengucapkan sahadat,
diluar itu bukan ibadah. Sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran dan
perasaan yang dihadapkan (disandarkan) kepada Allah SWT. Ibadah adalah jalan
hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia
berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah
SWT. Dalam kerangka inilah maka tujuan haruslah mempersiapkan manusia agar
beribadah seperti itu, agar ia menjadi hamba Allah (‘Ibad al-Rahman).
Untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk manusia menjadi hamba Allah (‘Ibad
al-Rahman) bukanlah hal yang mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut adanya
kerjasama yang baik antara seluruh komponen pendidikan Islam sudah tidak dapat
ditolak lagi melainkan sudah menjadi suatu keharusan. Sebab bila salah satunya
tidak ada, maka tujuan pendidikan Islam itu tidak akan terwujud dengan
sempurna.
Salah satu
komponen pendidikan Islam yang sangat penting adalah metode pendidikan. Menurut
Arifin (2006:65) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, memberikan pengertian
bahwa metode pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang tata cara yang
dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.
Setelah
mengetahui pengertian metode diatas, tentunya dengan adanya metode tersebut
mempunyai fungsi dan tujuan tersendiri dalam mengadakan pembelajaran adapun
fungsi daripada metode adalah sebagai sarana yang bermaknakan materi pelajaran
yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sehingga dapat dipahami atau diserap
oleh manusia-didik menjadi pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya,
sedangkan tujuan daripada metode adalah untuk mencapai titik maksimal secara
efektif dan efisien dalam proses belajar mengajar.
Menurut Arifin
(2006:144), mengemukakan bahwa ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yang
mengandung watak relevansi:
- Membentuk manusia didih menjadi hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya semata
- Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an,
- Berkaitan dengan morivasi dan kedisiplinaan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an yang disebut dengan pahala dan siksaan.
Untuk
merealisasikan metode yang ada dalam Al-Qur’an, penulis mengambil salah satu
metode pendidikan Islam yang terdapat dalam Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70
tentang metode kisah, namun sebelum menginjak terhadap pembahasan tentang
metode kisah penulis mengadakan interpretasi (penafsiran) terlebih dahulu dari
para mufasir dengan menggunakan metode tafsir yang relefan dengan penafsiran
ayat tersebut.
Metode kisah
yang terdapat dalam Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 menurut Muhammad Quraish
Shihab (dalam tafsir al Misbah, volume 8 hal 87) menyatakan bahwa kelompok
ayat-ayat ini mengguraikan suatu kisah yang menyangkut Nabi Musa a.s dengan
salah seorang hamba Allah yang shaleh. Kisah ini tidak disinggung dari dekat
atau jauh kecuali dalam surat ini. Banyak juga hal yang disebut oleh kumpulan
ayat-ayat ini yang tidak secara jelas diuraikan. Misalnya siapa hamba Allah
yang shaleh itu, dimana pertemuan mereka dan kapan terjadinya. Kendati demikian
banyak sekali pelajaran yang dapat ditarik dari ayat ini.
Thahir Ibn
‘Asyur menilai kisah yang terhimpun dalam ayat-ayat ini sangat serasi dengan
kisah Nabi Adam a.s dan godaan iblis. Kalau disana iblis enggan mengakui
keutamaan Adam a.s dan keistimewaannya, didorong oleh kedengkian dan keangkuhan
iblis, maka kisah ini menguraikan pengakuan seseorang terhadap keutamaan orang
lain, dalam hal ini Nabi Musa a.s terhadap hamba Allah yang shaleh itu.
Kisah ini juga mengajarkan
bahwa barang siapa yang telah terbukti kedalaman ilmu dan keutamaannya, maka
dia tidak boleh dibantah, kecuali oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang
pasti dati Tuhan dan dia tidak boleh juga diuji. Kisah ini juga mengandung kenc
aman terhadap pembantahan atau diskusi yang tanpa dasar, serta mengharuskan
siapa pun tuntuk kepada kebenaran jika telah dijelaskan lagi terbukti. Disisi
lain, kisah ini juga mengandung pelajaran agar tidak enggan duduk bersama fakir
miskin. Lihatlah bagaimana Nabi Musa a.s dan Rasul yang memperoleh kemuliaan
berbicara dengan Allah SWT tidak enggan belajar dari seorang hamba Allah.
Selain hal-hal diatas pada ayat-ayat ini juga
menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sikap atau tatakrama seorang pelajar
kepada gurunya atau sikap pengikut dengan yang diikutinya.
Bagikan
Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang Metode Kisah
4/
5
Oleh
Unknown