Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Semoga Allah Swt selalu memberikan kelancaran kepada kita semua.
Amiennnnn
Sahabat E-4 All Tuhan kita Allah SWT memberikan
kita nikmat yang takkan pernah bisa kita tuangkan dalam sebuah buku,
mungkin salah satu diantara beberapa nikmat itu adalah marah, coba saja
kita rasakan alangkah indahnya kalau rasa marah itu bisa kita tahan agar
tidak terjadi kesalahan dalam bertindak, hehehhe. Kali ini E-4 All akan memberi judul artikel ini INDAHNYA MENAHAN MARAH
"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskannya
(melampiaskannya), maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di
depan sekalian makhluk. Kemudian,
disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)
Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup
memang berbeda-beda. Ada
yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang.
Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan
begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma’nawiyah (keimananan)
seseorang.
Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang,
cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan
kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan
iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf,
tenang, dan lapang dada.
Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang
yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita
terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan
itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na’udzubillah.
Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi
S.A.W. dengan maksud ingin meminta
sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik
padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya
dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan
membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu,
"Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah
membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para
sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau
dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk
neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."
Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk
melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan
melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang
berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang
demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si
Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah S.A.W. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar
menghadapinya dan memberikan sikap yang
ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada
kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih
tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan
unta yang ngamuk. Tentu saja, unta yang
telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.
Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya
tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun
ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim
adalah fasik (dosa), dan memeranginya
adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)
Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka
mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan
kotor." (HR. Turmudzi).
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya
berontak, dan mampu menahan diri di kala
mendapat ejekan. Maka, orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan
kebajikan bagi dirinya maupun
masyarakatnya.
Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan
mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut
nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya.
Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun
pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu
melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan
mata atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam
dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa
kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam
menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan
begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.
Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan
amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,
melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.
Seperti, ujub dan takabur, riya, sum’ah, dusta, pengadu domba dan lain
sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada
Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah S.W.T.
Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda,
"Apakah tiada lebih baik saya
beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan
mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya
Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu
terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang
telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah
memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang
telah memutuskan hubungan dengan engkau."
(HR. Thabrani).
Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk
kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu
langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci
pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan
kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat.
Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi
apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat
si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).
Bagikan
INDAHNYA MENAHAN MARAH
4/
5
Oleh
Unknown