Thursday 17 January 2013

Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang Metode Kisah

Assalamu'alaiku sahabat E-4 ALL semua

kali ini E-4 ALL akan tentang salah satu Ayat dalam Al-Qur'an Surat Al-Kahfi ayat ke 66-70, mungkin dalam kesempatan kali ini kita akan dibawa terhadap sebuah metode kisah dalam pembelajaran di Lingkungan sekolah maupun masyarakat luas umumnya.

Oke sahabat E-4 ALL Agar pembahasan berikutnya lebih terarah, maka dipandang perlu adanya sebuah penjelasan tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan pembahasan ini, terutama pengertian dan maksud dari Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang Metode Kisah, 

simak ja siapa tau bisa jadi referensi dan bermanfaat buat sahabat  E-4 ALL semuanya

Implikasi adalah sesuatu, mengandung, berisi, nilai-nilai, intisari (Saliman, 1994:100). Jadi implikasi disini yang dimaksudkan adalah kandungan atau nilai-nilai pendidikan yang ada didalammnya.

Paedagogis yaitu pendidikan atau ilmu mendidik dalam melakukan “metodik khusus”, yang kini lebih populer disebut “Proses Belajar Mengajar”. (Depdikbud; 1983:13)

Metode menurut Purwadarmita (1997), adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, metode ialah “cara kerja yang bersistematis untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”. (Moeliono, dkk; 1990:580-581). (Kutipan dalam Nana Sudjana, 2005:7-8)

Kisah menurut Abdul Majid (2005:144) adalah kejadian-kejadian yang lalu dalam panggung kehidupan yang mempunyai arahan agar menjadi gambaran bagi orang-orang yang mendatang dan mengambil pelajaran untuk kemaslahatan diri dan orang lain. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, kisah ialah “cerita tentang kejadian dalam kehidupan, riwayat, dongeng, dsb”. (Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, tt:439)
 
Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapatlah diambil kesimpulan judul penelitian yang dimaksud Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang metode kisah adalah bahwa Al-Qur’an  itu terkandung nilai-nilai pendidikan yang harus kita ambil, terutama dalam menerapkan sebuah metode dalam mengadakan proses belajar mengajar, khususnya yang terkandung dalam Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70
yang artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.

Sahabat E-4 ALL Bagi umat Islam Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan inspirasi hidup. Para ilmuan Islam banyak yang menaruh perhatian terhadap ilmu pendidikan Islam dengan mencoba menggali dan menginterprestasikan serta menganalisa sistem nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan al-Hadits untuk dijadikan pedoman yang mendasari proses pendidikan Islam.

Sebagai ajaran, Islam mengandung sistem nilai yang menjiwai dan mendasari berlangsung dan berkembangnya ilmu pendidikan Islam secara konsisten menuju tercapainya tujuan. Menurut Ahmad Tafsir (2005:46) dengan mengutip Abdul Fatah Jalal mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan menghambakan diri kepada Allah SWT ialah beribadah kepada Allah SWT. Hal ini senada dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqrah [2] ayat 21:

Menurut Abdul Fatah Jalal, sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir (2005:47) menyatakan bahwa sebagian orang yang mengira beribadah itu terbatas pada menunaikan shalat, saum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, dan mengucapkan sahadat, diluar itu bukan ibadah. Sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran dan perasaan yang dihadapkan (disandarkan) kepada Allah SWT. Ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah SWT. Dalam kerangka inilah maka tujuan haruslah mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar ia menjadi hamba Allah (‘Ibad al-Rahman).

Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk manusia menjadi hamba Allah (‘Ibad al-Rahman) bukanlah hal yang mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut adanya kerjasama yang baik antara seluruh komponen pendidikan Islam sudah tidak dapat ditolak lagi melainkan sudah menjadi suatu keharusan. Sebab bila salah satunya tidak ada, maka tujuan pendidikan Islam itu tidak akan terwujud dengan sempurna.
Salah satu komponen pendidikan Islam yang sangat penting adalah metode pendidikan. Menurut Arifin (2006:65) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, memberikan pengertian bahwa metode pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang tata cara yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.

Setelah mengetahui pengertian metode diatas, tentunya dengan adanya metode tersebut mempunyai fungsi dan tujuan tersendiri dalam mengadakan pembelajaran adapun fungsi daripada metode adalah sebagai sarana yang bermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sehingga dapat dipahami atau diserap oleh manusia-didik menjadi pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya, sedangkan tujuan daripada metode adalah untuk mencapai titik maksimal secara efektif dan efisien dalam proses belajar mengajar.

Menurut Arifin (2006:144), mengemukakan bahwa ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yang mengandung watak relevansi: 
  1. Membentuk manusia didih menjadi hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya semata 
  2. Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, 
  3. Berkaitan dengan morivasi dan kedisiplinaan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an yang disebut dengan pahala dan siksaan.
Untuk merealisasikan metode yang ada dalam Al-Qur’an, penulis mengambil salah satu metode pendidikan Islam yang terdapat dalam Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang metode kisah, namun sebelum menginjak terhadap pembahasan tentang metode kisah penulis mengadakan interpretasi (penafsiran) terlebih dahulu dari para mufasir dengan menggunakan metode tafsir yang relefan dengan penafsiran ayat tersebut.
Metode kisah yang terdapat dalam Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 menurut Muhammad Quraish Shihab (dalam tafsir al Misbah, volume 8 hal 87) menyatakan bahwa kelompok ayat-ayat ini mengguraikan suatu kisah yang menyangkut Nabi Musa a.s dengan salah seorang hamba Allah yang shaleh. Kisah ini tidak disinggung dari dekat atau jauh kecuali dalam surat ini. Banyak juga hal yang disebut oleh kumpulan ayat-ayat ini yang tidak secara jelas diuraikan. Misalnya siapa hamba Allah yang shaleh itu, dimana pertemuan mereka dan kapan terjadinya. Kendati demikian banyak sekali pelajaran yang dapat ditarik dari ayat ini.

Thahir Ibn ‘Asyur menilai kisah yang terhimpun dalam ayat-ayat ini sangat serasi dengan kisah Nabi Adam a.s dan godaan iblis. Kalau disana iblis enggan mengakui keutamaan Adam a.s dan keistimewaannya, didorong oleh kedengkian dan keangkuhan iblis, maka kisah ini menguraikan pengakuan seseorang terhadap keutamaan orang lain, dalam hal ini Nabi Musa a.s terhadap hamba Allah yang shaleh itu.

Kisah ini juga mengajarkan bahwa barang siapa yang telah terbukti kedalaman ilmu dan keutamaannya, maka dia tidak boleh dibantah, kecuali oleh mereka yang memiliki pengetahuan yang pasti dati Tuhan dan dia tidak boleh juga diuji. Kisah ini juga mengandung kenc aman terhadap pembantahan atau diskusi yang tanpa dasar, serta mengharuskan siapa pun tuntuk kepada kebenaran jika telah dijelaskan lagi terbukti. Disisi lain, kisah ini juga mengandung pelajaran agar tidak enggan duduk bersama fakir miskin. Lihatlah bagaimana Nabi Musa a.s dan Rasul yang memperoleh kemuliaan berbicara dengan Allah SWT tidak enggan belajar dari seorang hamba Allah.
Selain hal-hal diatas pada ayat-ayat ini juga menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sikap atau tatakrama seorang pelajar kepada gurunya atau sikap pengikut dengan yang diikutinya.

Bagikan

Jangan lewatkan

Implikasi Paedagogis Q.S Al-Kahfi [18] ayat 66-70 tentang Metode Kisah
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.